(: Welcome to Official Iladiena Zulfa Blog :)

0

Ideologi dan Perannya Sebagai Sistem Budaya

Posted by zulfailadiena.blogspot.com on 23.59 in ,
Oleh: Tasman, M.Si.

Salah satu pertanyaan yang sangat menarik adalah apakah “common sense” sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan budaya sekelompok orang?
Apakah “common sense” sebagai suatu sistem budaya sudah dapat menggantikan fungsi sistem budaya lainnya seperti agama, kesenian, ilmu pengetahuan atau ideologi?
Kelemahan common sense”
Salah satu sistem budaya---selalu harus memeunhi fungsinya sebagai sistem/pengetahuan/pandangan dunia dan sistem nilai.
Pengetahuan yang diberikan “common sense” adalah pengetahuan yang dianggap given yang terdiri dari kepercayaan-kepercayaan yang tidak tercapai dan diorganisasikan dengan konsep-konsep informal.Sehingga seseorang yang memerlukan pengetahuan yang teruji, harus menggunakan peralatan lain yang tidak disediakan oleh “common sense”, seperti ilmu pengetahuan, agama, dan ideologi.
Sementara itu, dengan Ilmu pengetahuan seseorang dimungkinkan melakukan pengujian dan kritik terhadap pengetahuannya, dengan bantuan konsep-konsep formal yang terdapat dalam tiap disiplin ilmu pengetahuan
Agama mampu meberikan “mood” yang bertahan lama dan motivasi yang kuat. Dalam agama perbedaan antara konsepsi dan kenyataan menjadi tipis atau hilang, sehingga motif dan suasana yang timbul daripadanya terkesan sangat realistis

Ideologi
Seperangkat kepercayaan yang bersifat koheren dan komprehensif yang menguasai dan menetukan semua pertimbangan uUntuk memperjelas pengetian ideologi akan dibedakan melalui ide dengan kepercayaan. Ide berurusan dengan ada tidaknya realitas (fact or reality). Dengandemikian sifatnya rasional dan teoritis.
Kepercayaan ialah dorongan-dorongan yang muncul dari suatu realitas tertentu, disertai ikatan emosional yang kuat. Oleh karena itu, sekalipun suatu kepercayaan disusun dalam bentuk suatu teori, wataknya yang sebenarnya hanyalah teori yang semu, suatu parateori.

Karl Manheim Tentang Ideologi
Tiap pemikiran sosial politik tidak pernah merupakan suatu refleksi yang netral melainkan selalu berhubungan dengan situasi sosial sang pemikir sendiri, dan bahkan merupakan refleksi situasi tertentu. Dalam pengertian ini ide sosial politik selalu bersifat ideologis. Dalam arti ini ideologi adalah bayangan kabur yang menyelubungi sustu ide dan karena itu harus disingkirkan.
Dalam arti ini, ideologi mirip dengan suatu penipuan, dengan perbedaan bahwa seseorang yang menipu akan mengacaukan orang lain sambil menjaga agar pikirannya sendir tetap benar.
Sedangkan seseorang yang berfikir ideologis mengacaukan pikiran orang lain dan mengacaukan pikirannya sendiri.

Kecenderungan Ideologi
1.      Bersifat separatis karena selalu dengan tegas berusaha memisahkan ingroup (kita) dari outgroup (mereka).
2.      Bersifat alienatif kerena cenderung menimbulkan pandangan yang berlebih-lebihan—dan karena itu salah—tentang kenyataan ingroup dan outgroup.
3.      Bersifat doktriner karena cenderung mengklaim memiliki seluruh kebenaran politik dan menolak kompromi.
4.      Bersifat totalistis karena bertujuan mengatur dan menyusun seluruh tata masyarakat dan budaya menurut cita-citanya.
5.      Bersifat futuristis karena mengarahkan diri pada suatu titik masa depan yang bersifat utopis, di mana seluruh harapannya terpenuhi

Kenapa Ideologi Penting?
Clifford Geertz, kebutuhan akan ideologi terkait dengan teori kepentingan dan ketegangan. Dalam teori kepentingan merupakan Ideologi sebuah topeng atau senjata yang dipergunakan untuk mengejar keuntungan, khususnya kekuasaan.
Dalam teori ketegangan Ideologi adalah simptom atau obat untuk mengobati ketidaksimbangan sosio-psikologis, atau untuk menghindari kecemasan

 Teori Kepentingan
Teori kepentingan lahir dari asumsi sosiologis bahwa dalam tiap masyarakat ada kelompok-kelompok (kelas-kelas) dengan kepentingannya sendiri, di mana ide dan gagasan yang diajukan oleh tiap kelompok tersebut harus selalu dilihat dalam kaitan dengan kepentingan atau kepentingan kelasnya.
Sebaliknya, setiap gagasan—khususnya gagasan politik—harus diperlakukan sebagai alat atau senjata untuk mewujudkan kepentingan politik, dengan cara merebut kekuasaan dan menggunakannya untuk “memaksakan” terwujudnya masyarakat yang sesuai dengan cita-cita sosial-politiknya.
Kritik utama kepada teori ini ialah bahwa dia telah melakukan penyempitan luar biasa terhadap fungsi ideologi yang harus dipahami hanya sebagai alat untuk mewujudkan kepentingan kelompok atau kepentingan kelas.
Fungsi ideologi yakni medefinisikan (secara jelas atau kabur) kategori-kategori sosial, memperkuat (atau memperlemah) konsensus sosial, mengurangi (atau menambah) ketegangan sosial --- fungsi ini praktis diabaikan sama sekali dalam teori kepentingan tentang ideologi

Teori Ketegangan
Teori ketegangan tentang ideologi lahir dari asumsi tentang malintegrasi dalam masyarakat, bahwa tidak ada lembaga atau pranata sosial yang mampu berhasil mengatasi masalah yang muncul dan fungsi yang justru harus dilaksanakan oleh lembaga tersebut.
Masalah itu sebagian besar muncul dari berbagai tujuan lembaga sosial yang mengandung kepentingan yang dapat bertentangan satu sama lain; antara kemerdekaan dan tertib politik, antara stabilitas dan perubahan, antara efisiensi dan perikemanusiaan, antara presisi dan fleksibilitas, dan seterusnya.
Akibatnya, muncul pula “role expection” yang saling bertentangan atau satu sama lain, yang pada tingkat individual nampak dalam bentuk kegelisahan pribadi (personal insecurity), dan pada tingkat sosial muncul dalam bentuk kontradiksi sosial atau perkembangan-perkembangan yang konsisten satu sama lain.

Peranan Ideologi dalam Berhadapan Dengan Ketegangan
Ideologi dapat memainkan peranan katarsis, di mana ketegangan emosional dapat tersingkir dengan cara mencari kambing hitam sebagai penyebab timbulnya, dan sebab-sebab itu diperlihatkan dalam wujud musuh-musuh simbolik (kontra refolusioner, liberal, modal asing, kelompok ekstrim kiri atau kanan, dan sebagainya.
Ideologi dapat juga memainkan suatu pesan moral, dengan cara menyangkal samasekali (atau mengelabui) adanya ketegangan yang ada atau malah melegitimasikan ketegangan-ketegangan tersebut dengan nilai-nilai yang lebih tinggi.
Dalam peranan “solidarity making” suatu ideologi berperan mempersatukan suatu kelompok atau suatu kelas, dengan merelativisir perbedaan perbedaan yang muncul, dengan cara memberi suatu orientasi serta tujuan ideologis yang sama.
Dalam kasus Indonesia, Pancasila memainkan peran “solidarity making” yang luar biasa.  Namun demikian, ketegangan-ketegangan yang ada tidak selalu disingkirkan (atau ditekan) berdasarkan tujuan ideologis yang sama, melainkan dapat juga dihilangkan dengan mengungkapkannya secara terbuka, dan menyatakan berpihak dengannya.
Pada titik ini sebuah ideologi akan memainkan peranan pembela (advovatory role). Ketegangan kemudian dipertegas, dan mendapat perhatian publik dan karena itu tidak dapat lagi diabaikan terus menerus.
Dalam artian ini tanpa nasionalisme, kemedekaan dan nasib negara-negara Dunia Ketiga tidak akan secepat itu mendapat perhatian internasional, atau tanpa marxisme para buruh tidak akan mengalami perbaikan secepat yang kita alami sekarang

Perbandingan Pandangan Dunia
Ilmu pengetahuan berdiri di atas konsistensi intern berupa hubungan yang dapat disatukan secara logis antara berbagai pikiran yang menjadi unsur sebuah pemikiran, dan konsistensi extern berupa hubungan yang dapat dipertanggungjawabkan secara empiris antara pikiran/pengetahuan dan kenyataan objektif yang diketahui. Asanya adalah keterujian, termasul menguji apakah “seeming” sama dengan “being”.
“Common sense” tidak berdiri di atas asas keterujian melainkan kegunaan praktis pengetahuan. Pengetahuan tidak diuju tetapi diterima begitu saja dengan akibat bahwa pengetahuan tersebut penuh dengan inkonsistensi, baik intern maupun exstern. Seeming dianggap sama dengan being.
Estetika Estetika tidak berurusan dengan being tetapi hanya bersibuk dengan penampakan dengan mengubah gejala kenyataan menjadi penampakan. Estetika sebetulnya mengubah seluruh being menjadi seeming.
Agama sebaliknya mengubah semua penampakan menjadi kenyataan, dan bahkan memberi pendasaran terhadap seluruh kenyataan dengan menunjuk adanya kenyataan terakhir (ultimate reality) yang menjadi sumber dan pembenaran semua kenyataan lainnya.

 Ideologi
Ideologi mempunyai kedudukan yang sangat khusus. Ideologi tidak banyak berurusan dengan penampakan dan kenyataan, melainkan mengubah perasaan menjadi makna, mentransfer formasi sentiment menjadi significance, feeling menjadi meening.
Dengan demikian, kalau dalam ilmu kita berurusan dengan kebenaran hipotetis, kalau dalam agama kita berurusan dengan kebenaran kategoris, kalau dalam seni kita berurusan dengan keindahan, kalau dalam “common sence” kita berurusan dengan kebenaran ad hoc dan pragmatis, maka dalam ideologi kita berurusan dengan keterlibatan, semangat, keberpihakan, dan “moral passion”



|

0 Comments

Posting Komentar

Copyright © 2009 ILADIENA ZULFA All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.