0
Abstrak: Proses Komunikasi Nonverbal:
Pengertian dan Ciri Komunikasi Nonverbal dalam Konteks
KAAB
Oleh Iladiena Zulfa (1113051000117)
Sebagaimana
juga bahasa verbal, bahasa nonverbal seperti sikap tubuh, gerak-gerik, ekspresi
wajah, senyuman, kontak mata, suara, dan lain-lain yang dianut suatu kelompok
budaya berbeda dari suatu budaya ke budaya lainnya. Baik disadari atau tidak,
seringkali perilaku-perilaku nonverbal tersebut merupakan bagian dari etika
komunikasi yang harus dipenuhi dalam proses komunikasi.
Dari
pernyataan di atas, muncul pertanyaan terkait mengapa proses komunikasi selalu
dikaitkan dengan bahasa nonverbal? dan mengapa bahasa nonverbal berpengaruh
dalam kehidupan berbudaya?
Dalam proses
komunikasi, pesan dengan bahasa verbal yang digunakan oleh komunikator dianggap
belum cukup membuat komunikan mengerti maksud dari pesan yang disampaikan. Oleh
sebab itu, seorang komunikan biasanya melihat bahasa nonverbal komuniktor untuk
memperjelas maksud dari pesan yang disampaikan. Begitu pula dalam hal
berbudaya, perbedaan adat istiadat atau kebudayaan antar daerah maupun negara
juga memiliki latar belakang yang berbeda sehingga bahasa nonverbal yang
ditunjukkan pun berbeda-beda maknaya.
Dale G.
Leathers (1976:4-7), penulis Nonverbal
Communication Systems, menyebutkan alasan mengapa pesan nonverbal sangat
penting. Pertama, faktor-faktor
nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Ketika kita
mengobrol atau berkomunikasi tatap muka, kita banyak menyampaikan gagasan dan
pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada giliranya orang lain pun lebih
banyak “membaca” pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal, seperti gerak
kepala, tubuh, dan tangannya. Kedua,
pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan,
distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator
secara sadar. Ketiga, pesan nonverbal
merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal.
Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien. Diperlukan banyak waktu
untuk mengungkapkan pikiran kita secara verbal daripada secara nonverbal.
Dalam kajian
ini, jelas terlihat bahwa pesan nonverbal yang berbeda akan menimbulkan hasil
yang berbeda pula. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa metode yang
digunakan dalam konteks ini yaitu menggunakan perpaduan antara teori psikologi
komunikasi dan komunikasi lintas budaya.
Tubuh
manusia mampu menampilkan kira-kira 1000 postur tubuh. Di AS, orang bersantai
dengan duduk, di desa-desa Meksiko dengan berjongkok. Di AS, untuk menunjukkan
hormat orang berdiri, sedangkan dalam budaya Polinesia, orang duduk. Orang AS
bersandar di kursi dengan kaki di atas meja untuk menunjukkan rileks, namun
orang Jerman dan orang Swiss menganggap perilaku itu kasar. Bagi orang muda AS,
jongkok itu tak beradab, tak layak dan kampungan. Sementara itu, di AS,
membungkuk ala Jepang menjengkelkan, karena secara konotatif bermakna
formalitas, aristokrasi, dan penolakan nonverbal atas kesederajatan. Bagi orang
Jepang, perilaku yang layak untuk menyapa orang lain adalah membungkuk,
terutama orangtua dan orang yang punya kedudukan lebih tinggi, yang berstatus
rendahmembungkuk lebih dulu, kalau statusnya sama membungkuk dengan kedalaman
yang sama. Makin rendah status atau jabatan, maka makin rendah dan makin lama
bungkukkan. Sering bungkukan hanya satu atau dua detik dengan sudut 15 derajat (Holroyd
dan Coates. 1999:113-114; Ferraro, 2002: 77-78).
Berdasarkan
pemaparan tentang proses komunikasi nonverbal di atas, dapat ditemukan titik
penegasan yaitu komunikasi nonverbal berfungsi sebagai sumber informasi untuk
membentuk persepsi kita tentang orang lain dari berbagai latar belakang yang
berbeda.
Posting Komentar