1
Laporan Hasil Observasi dan Wawancara - Psikologi
Tugas ini diselesaikan untuk memenuhi nilai terstruktur mata kuliah
Psikologi
Dosen Pembimbing : Artiarini Puspita Arwan, M.Psi
Oleh:
Iladiena Zulfa (1113051000117)
Dina Karomatunisa (1113051000161)
Jurnalistik 2B
Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun Akademik 2013-2014
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakaatuh
Puji syukur kita panjatkan ke
hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas Penelitian Psikologi yang
membahas tentang Perkembangan Remaja Berdasarkan Aspek Fisik, Kognitif dan Psikososial. Tak lupa pula shalawat dan salam kita haturkan kepada Rasulullah
SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh petunjuk
ini.
Kami yang bertanggung jawab atas
tugas Penelitian Psikologi ini telah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat tugas ini
dengan baik dan dengan teliti.
Sebelumnya kami mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada:
- Artiarini Puspita Arwan, M.Psi. selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikologi.
- Kedua orang tua kami yang mendukung kami secara moril maupun materil dalam proses penyelesaian tugas ini.
- Semua teman-teman yang membantu kami ketika kesulitan dalam proses penyelesaian tugas Penelitian Psikologi ini.
Kami berharap mendapat nilai yang memuaskan
untuk mata kuliah Psikologi dalam pembuatan tugas penelitian
ini. Mungkin hanya itu saja yang dapat kami sampaikan. Jika ada kesalahan mohon
dimaafkan dan dimaklumi karena kami masih ada pada tahap pembelajaran.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Jakarta, Mei 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkembang merupakan salah satu tahap dalam psikologi
perkembangan. Perkembangan diartikan sebagai perubahan yang kontinyu dan
sistematis dalam diri seseorang sejak tahap konsepsi sampai meninggal dunia.
Perkembangan berkaitan dengan kematangan secara biologis dan proses belajar.
Demikian pula dalam perkembangan remaja.
Remaja
adalah masa dimana seseorang mengalami beberapa hal yang membuatnya bimbang.
Tidak sedikit remaja yang terlibat kasus-kasus yang tidak baik seperti
pencurian, tawuran, keonaran dan sebagainya.
Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan perhatian yang
diberikan orangtua terhadap anak ketika berada pada masa remaja.
Ketika
berada dalam masa remaja, pengawasan orangtua terhadap anaknya mesti lebih
ekstra. Hal ini dikarenakan remaja rentan terhadap kehidupan luar yang mudah
memengaruhi perangainya.
B. Rumusan Masalah
Apa itu remaja?
Kapan manusia mengalami masa remaja?
Bagaimana perkembangan remaja?
Mengapa banyak perubahan terjadi pada
remaja?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana perkembangan
remaja.
Untuk memudahkan guru dan orangtua dalam
memahami remaja
Untuk memahami karakteristik tertentu yang
dialami remaja.
Untuk mengetahui cara mengatasi masalah-masalah
yang dihadapi ramaja.
D. Metode Penelitian
Metode yang kami gunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Observasi
Peneliti
mengobservasi secara langsung bagaimana subjek melakukan kegiatan sehari-hari.
2. Wawancara
Peneliti
tidak hanya mewawancara subjek, tetapi juga mewawancara orangtua subjek untuk
mendapatkan informasi yang lebih jelas.
Selain
observasi dan wawancara, peneliti juga mengambil beberapa teori tentang
perkembangan remaja dari buku-buku mengenai Psikologi.
E. Sistematika Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
Pada bagian ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II. LANDASAN TEORI
Berisi mengenai identifikasi perkembangan remaja berdasarkan aspek fisik, kognitif dan Psikososial.
Pada bagian ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II. LANDASAN TEORI
Berisi mengenai identifikasi perkembangan remaja berdasarkan aspek fisik, kognitif dan Psikososial.
BAB III. IDENTITAS NARASUMBER
Berisi tentang Identitas Narasumber
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasannya
BAB V. PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
Berisi tentang
sumber penulisan makalah
BAB II
LANDASAN TEORI
PERKEMBANGAN
MASA REMAJA
Di
negara barat, istilah remaja dikenal dengan “edolescence” yang berasal
dari bahasa latin “edolescere” yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau
dalam perkembangan menjadi dewasa. Batas
usia remaja yang umum digunakan para ahli adalah antara 12-21 tahun. Rentang
waktu usia remaja ini di bedakan atas tiga, yaitu: 12-15 tahun = masa remaja
awal, 15-18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun = masa remaja
akhir.
1.
PERKEMBANGAN FISIK
Perubahan-perubahan
fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa remaja, yang berdampak
terhadap perubahan-perubahan psikologis.[1]
Pada mulanya, tanda-tanda perubhan fisik dari masa remaja terjadi dalam konteks
pubertas, yaitu kematangan organ-organ seks dan kemampuan reproduksi bertubuh
cepat. Pada umumnya anak perempuan mulai mengalami pertumbuhan cepat pada usia
10,5 tahun dan anak laki-laki pada usia 12,5 tahun, pertumbuhan cepat ini
berlangsung kira-kira 2 tahun.[2]
Berikut ini
akan dijelaskan beberapa dimensi perubahan fisik yang terjadi selama masa
remaja tersebut :
·
Perubahan dalam tinggi dan berat
tingkat
pertumbuhan tinggi badan tertinggi terjadi pada usia 11 atau 12 tahun untuk
anak perempuan dan 2 tahun kemudian untuk anak laki-laki. Dalam tahun itu tinggi anak perempuan bertambah sekitar
3 inci dan anak lelaki bertambah lebih dari 4 inci.[3] Percepatan
pertumbuhan badan juga terjadi dalam berat badan, yakni sekitar 13 kg bagi
laki-laki dan 10 bagi perempuan.[4]
·
Perubahan dalam porporsi tubuh
Bagian-bagian
tubuh tertentu yang sebelumnya terlalu kecil, pada masa remaja menjadi terlalu
besar. Hal ini terlihat jelas pada pertumbuhan tangan dan kaki, yang sering
tidak proposional. Peruabhan lain
juga terlihat pada ciri-ciri wajah, seperti dahi yang menjadi lebih luas, mulut
melebar dan bibir lebih penuh. Di samping itu dalam perubahan struktur
karangka, terjadinya percepatan pertumbuhan otot, sehingga mengurangi jumlah
lemak dalam tubuh.
·
Perubahan pubertas
Perubahan
ini ditandai dengan perubahan pada ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks
sekunder. Meskipun perubahan ini biasanya mengikuti suatu urutan tertentu,
namun urutan dari kematangan seksual tidak sama pada setiap anak, dan terdapat
perbedaan individual dalam umur dari perubahan-perubahan tersebut.
·
Perubahan ciri-ciri seks primer
Ciri-ciri
seks primer menunjukan pada organ tubuh yang secara langsung berhubungan dengan
proses reproduksi. Ciri-ciri seks ini berbeda antara anak laki-laki dan
perempuan. Perubahan utama ciri-ciri seks laki-laki di tandai dengan terjadinya
produksi sperma. Perubahan-perubahan
pada ciri-ciri seks pria sngat dipengaruhi oleh hormon, terutama hormon
perangsang yang diproduksi oleh kelenjar bawah otak.
Sementara
perempuan ditandai dengan munculnya periode menstruasi.
·
Perubahan ciri-ciri seks sekunder
ciri-ciri seks sekunder adalah tanda-tanda jasmaniah yang tidak
langsung berhubungan dengan proses reproduksi, namun merupakan tanda-tanda yang
membedakan antara laki-laki dan perempuan. Tanda-tanda jasmaniah ini muncul
sabagai konsekuensi dari berfungsinya hormon-hormon. Di antara tanda-tanda
jasmaniah yang terllihat pada laki-laki adalah tumbuh kumis, jakun, janggut,
bahu dan dada melebar, suara berat,otot-otot menjadi kuat dll. Sementara pada
perempuan pinggul membesar, suara menjadi halus dll.
2. PERKEMBANGAN
KOGNITIF
·
Tahap Perkembangan Kognitif Remaja
Perkembangan kognitif remaja membahas
tentang perkembangan remaja dalam berfikir ( proses kognisi/proses
menegetahui). Menurut J.J. Piaget, remaja berada pada tahap operasi formal, yaitu tahap berfikir yang
dicirikan dengan kemampuan berfikir secara hipotesis, logis, abstrak, dan
ilmiah. Pada usia remaja, operasi-operasi berpikir tidak lagi terbatas pada
obyek-obyek konkrit seperti usia sebelumnya, tetapi dapat pula dilakukan pada
proposisi verbal ( yang bersifat abstrak) dan kondisi hipotetik (yang bersifat
abstrak dan logis).
Menurut Piaget perkembangan kognitif remaja
terbagi dalam empat tahap, yaitu:
a) Tahap sensorimotor (0-2 tahun)
Manusia mengetahui dunia melalui aksi-aksinya terhadap lingkungannya,
seperti menyedot, meraih, mengikuti arah dll.
b) Tahap praoperasional (2-7 tahun)
Anak-anak mengekploitasi kemampuan yang baru dicapainya serta
mengembangkannya.
c) Tahap operasi konkrit (7-11 tahun)
Anak-anak mulai mampu menggunakan operasi-operasi berpikir karena anak
telah mencapai struktur-struktur logikmatematik.
d) Tahap operasi formal (11 tahun keatas atau
awal remaja hingga dewasa)
Operasi-operasi berpikir tidak lagi terbatas pada obyek-obyek konkrit,
tetapi dapat pula pada proposisi verbal dan kondisi hipotetik.[5]
·
Kemampuan Kognitif Remaja
Berbagai penelitian selama dua puluh tahun
terakhir dengan menggunakan berbagai pandangan teori juga menemukan gambaran
yang konsisten dengan teori piaget yang menyimpulkan bahwa remaja merupakan
suatu periode dimana seseorang mulai berpikir secara abstrak dan logik.
Berbagai penelitian menunjukan adanya perbedaan yang konsisten antara kemampuan
kognitif anak-anak dan remaja. Dibandingkan anak-anak, remaja memiliki
kemampuan lebih baik dalam berfikir hipotesis dan logis. Remaja juga lebih
mampu memikirkan beberapa hal sekaligus bukan hanya satu, dalam satu saat dan
konsep-konsep abstrak, remaja juga dapat berfikir tentang proses berfikirnya
sendiri, serta dapat memikirkan hal-hal yang tidak nyata, sebagaimana hal-hal
yang nyata untuk menyusun hipotesa atau dugaan.
Menurut Piaget, pemikiran operasional
formal berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal
lebih abstrak, idealis, dan logis dari pada pemikiran operasional konkret.
Piaget menekankan bahwa remaja terdorong untuk memahami dunianya karena
tindakan yang dilakukannya penyesuaian biologis. Secara lebih nyata mereka
mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain.
·
Perubahan Perkembangan Kognitif Remaja
Ada 5 perubahan perkembangan kognitif
remaja, yaitu :
1. Remaja sudah bisa melihat ke depan (future)
ke hal-hal yang mungkin, termasuk mengerti keterbatasannya dan memahami
realita.
2. Remaja mampu berpikir abstrak. Kemampuan
ini berdampak dan dapat diaplikasikan dalam proses penalaran dan berpikir
logis.
3. Remaja mulai berpikir lebih sering tentang
berpikir. Berpikir itu sendiri biasa dikenal dengan istilah metacognition,
yaitu monitoring tentang aktivitas kognitifnya sendiri selama proses berpikir
menjadikannya introspektif, terkait dengan adolescence egocentrism.
4. Pemikirannya lebih multidimensional
dibandingkan singular karena mampu melihat dari berbagai perspektif dan lebih
sensitif pada kata-kata sarkastik, sindiran “double entendres”.
5. Remaja mengerti hal-hal yang bersifat
relatif, tidak selalu absolute dan sering muncul saat remaja meragukan sesuatu
dan ditandai dengan seringnya berargumentasi dengan orangtua terutama tentang
nilai-nilai moral. [6]
3. Perkembagnan
Psikososial
Pencarian Identitas diri:
Tugas
utama remaja menurut Erikson adalah melakukan konfrontasi ‘krisis’ dari
identity cs identity confusion - dimana remaja sense diri yang kuat, termasuk
merasa dihargai dalam masyarakat.[7]
Pembentukan
identitas remaja ini berkaitan dengan penyelesaian 3 msalah utama, yaitu:
pilihan pekerjaan, pemakaina nilai dalam hidup, serta kepuasan identitas
seksual. Remaja yang mampu mengetasi krisis ini mampu memiliki ‘vitue’:
fidelity.
James
E. Marcia menyebutkan bahwa pembentukan identitas diri merupakan suatu proses
mengkombinasikan pengalaman, kepercayaan dan identifikasi yang dimiliki pada
masa kanak-kanak kepada kesatuan yang unik dan akan semakin lebih atau tidak
koheren, yang akan memberikan para dewasa awal baik perasaan baik keterkaitan
dengan masa lalu maupun arah bagi masa yang akan datang,[8]
mengemukakan 4 identity statuses yang berbeda, yaitu:
1. Identity Diffussion ( no commitment, no
crisis)
Orang yang mengalami kebingungan dalam mencapai identitas.Ia tidak
memiliki krisis dan juga tidak memiliki tekad untuk menyelesaikannya.
2. Foreclosure (commitment without crisis)
Identitas ini ditandai dengan tidak adanya suatu krisis, tetapi ia
memiliki komitmen atau tekad. Sehingga individu seringkali berangan-angan
tentang apa yang ingin dicapai dalam hidupnya, tetapi seringkali tidak sesuai
dengan kenyataan dihadapinya. Akibatnya, ketika individu dihadapkan pada
masalah realitas, tidak mampu menghadapi dengan baik. Bahkan kadang-kadang
melakukan mekanisme pertahanan diri seperti: rasionalisasi, regresi pembentukan
reaksi dan sebagainya.
3. Moratorium (crisis with no commitment)
Identitas ini ditandai dengan adanya krisis, tetapi ia
tidak memiliki kemauan kuat (tekad) untuk menyelesaikan masalah krisis
tersebut. Ada dua kemungkinan tipe individu ini, yaitu:
Individu yang menyadari adanya suatu krisis yang harus
diselesaikan, tetapi ia tidak mau menyelesaikannya, menunujukan bahwa individu
ini cenderung dikuasai oleh prinsip kesenangan dan egoism pribadi. Apa yang
dilakukan seringkali menyimpang dan tidak pernah sesuai dengan masalahnya,
Akibatnya, ia mengalami situasi perkembangan, artinya seharusnya ia telah
mencapai tahap perkembangan yang lebih maju, namun karena ia terus menerus
tidak mau menghadapi atau menyelesaikan masalahnya, maka ia hanya dalam tahap
itu.
Orang yang memang tidak menyadari tugasnya, namun juga
tidak memiliki komitmen. Ada kemungkinan, faktor sosial, terutama dari orang
tua kurang memberikan rangsangan yang mengarahkan individu untuk menyadari akan
tugas dan tanggung jawabnya.
4. Identity achievement (crisis leading to
commitment)
Seorang individu dikatakan telah memiliki identitas, jika dirinya telah
mengalami krisis dan ia dengan penuh tekad mampu menghadapinya dengan baik.
Justru dengan adanya krisis akan mendorong dirinya untuk membuktikan bahwa
dirinya mampu menyelesaikannya dengan baik. Walaupun kenyataannya ia harus
mengalami kegagalan, tetapi bukanlah akhir dari upaya untuk mewujudkan potensi
dirinya.[9]
·
Relasi dengan Keluarga, peer, dan masyarakat
Remaja lebih
banyak menghabiskan waktu dengan peer dari pada dengan keluarga. G.Stanley
meyakini bahwa usaha remaja untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tubuhnya
dan tuntunan menjadi dewasa pada periode ‘storm and stress’ ini membuat remaja
mengalami konflik antara generasi. Tidak heran bila adolescent rebellion
terjadi.
Seiring
dengan ketegangan antara ketergantungan pada orang tua dan keinginan untuk
lepas dari orang tua membuat terjadinya konflik dalam keluarga serta
pembentukan pola asuh orang tua. pola asuh authoritative dianggap sesuai
diterapkan pada anaknya yang remaja.
Menurut
Jackie Robinson, sumber pendukung emosional remaja selama menghadapi masa
transisi diusia remaja ini adalah keterlibatan dengan peer. peer menjadi sumber
kasih sayang, simpati, pemahaman, dan pengarahan moral. Pengaruh peer sangat
kuat pada masa remaja ini. Meskipun peer
mendominasi kehidupan remaja, dalam relasi sosialnya remaja tetap menjalin
persahabatan secara personal, clique kelompok/perkumpulan, dan
berpacaran/romantic relationship. Relasi dengan pacar merangsang emosi yang
kuat baik positif dan negaitf, serta berkontribusi pada perkembangan intimacy
dan identitas.
Menurut
Jackie Robinson, sumber pendukung emosiomal remaja selama menghadapi masa
transisi diusia remaja ini adalah keterlibatan dengan peer. Peer menjadi sumber
kasih sayang, simpati, pemahaman dan pengarahan moral. Pengaruh peer sangat kuat
pada masa remaja ini. Meskipun peer mendominasi kehidupan remaja, dalam relasi
sosialnya remaja tetap menjalin persahabatan secara personal, clique,
kelomok/perkumpulan, dan berpacaran/romantic relationship. Relasi dengan pacar
merangsang emosi yang kuat baik positif dan negative, serta berkontribusi pada
perkembangan intimacy dan identitas.
BAB III
IDENTITAS SUBJEK
1. Subjek Utama
Nama
: Firda Hanifa
Tempat, tanggal lahir
: Jakarta, 21 Juli 1998
Kelas
: XI SMA
Sekolah
: Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Serpong
2. Orangtua
Nama
: Ratih Ganingrat
Tempat, tanggal lahir
: Ciamis, 5 Februari 1961
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Tempat tinggal : Jl.
Surya kencana. Gg. Kemuning 3 No.91 RT 01/06
Pamulang Barat – Tangerang Selatan
Pendidikan
Terakhir : D3 IKIP
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah melakukan penelitian terhadap remaja yang
berusia empat belas tahun, yaitu siswa kelas XI Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
Serpong. Terdapat sesuatu yang menjadi hal lumrah dari dalam dirinya. Ditinjau
dari aspek fisik, semenjak menginjak usia remaja, Ia sudah mengalami
perubahan-perubahan seperti; tinggi dan
berat badan, proporsi tubuh, pubertas, ciri-ciri seks primer yang ditandai dengan
menstruasi yang sudah Ia alami sejak berusia 12 tahun, ciri-ciri seks sekunder
yang ditandai dengan bentuk tubuh seperti pinggul yang membesar dan suara yang
semakin halus.
Ditinjau dari segi kognitif, Ia mempunyai daya tangkap
yang cukup baik dalam menyerap pelajaran atau ilmu-ilmu yang baru. Sang Ibu
mengaku, buah hatinya mudah dalam menyerap pelajaran karena sejak kecil Ia
sudah diberikan stimulus untuk bisa memahami sesuatu dengan baik. Seperti
halnya permainan-permainan edukatif yang diberikan Ibu untuk merangsang otaknya
dalam berpikir. Contohnya, puzzle PAS atau semacam permainan menjodohkan angka
dengan jumlah bentuk yang ada, permainan monopoli islami, dan sebagainya Jadi,
kemampuan kognitifnya yang baik itu ditentukan oleh bagaimana orangtua mendidik
anak sejak kecil dengan cara yang baik. Permainan edukatif yang diberikan Ibu
sejak kecil membuahkan hasil yang baik ketika Ia remaja. Prestasinya yang baik
dalam bidang akademik dibuktikan dengan lomba-lomba yang pernah Ia ikuti sejak
duduk di bangku SMP, masuknya Ia ke kelas unggulan ketika SMA, dan aktifnya Ia
di dalam kegiatan tari Saman di Sekolahnya.
Berdasarkan aspek terakhir, yaitu aspek psikososial.
Dalam menjalani masa remajanya, Ia pun masih sama seperti remaja awal pada
umumnya. Menjalankan kegiatan dan pandai bergaul bersama-sama temannya dengan baik.
Karena Ia masih berada pada tahap remaja awal,
Ia masih berada juga pada tahap awal pencarian identitas diri, yaitu
masih adanya kebimbangan dan keraguan dalam memilih pekerjaan, pemakaian nilai
dan norma, juga kepuasan tersendiri yang menjadi sesuatu yang berbeda. Ia
menjalankan dan mencari identitas dirinya seiring berjalannya waktu. Hampir
sama dengan remaja pada umumnya, memilih sesuatu untuk kehidupan yang akan
datang, pasti banyak yang mengalami kebimbangan. Dapat dikatakan bahwa, krisis
yang ada pada dirinya adalah dalam pencarian identitas diri. Karena, pencarian
identitas diri memerlukan waktu yang tidak sebentar. Ia terus belajar untuk
memahami bagaimana kehidupan yang lebih baik kedepannya, yang dapat membuatnya
memiliki kepuasan dalam menjalani kehidupan sebagai remaja.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehidupan manusia tidak terlepas dari
perkembangan. Mulai dari tahap konsepsi sampai meninggal. Selama tahap itu,
juga dilalui masa remaja. Di dalam masa remaja berkembang aspek-aspek fisik,
kognitif dan psikososial yang berbeda dari masa anak-anak.
Ketika remaja, seseorang mampu berpikir
lebih baik. Memikirkan lebih dari satu hal dalam waktu yang bersamaan. Hal itu
menyebabkan, remaja pandai dan mudah menyerap pelajaran dan ilmu-ilmu baru.
Pelajaran ini yang jika dikembangkan oleh remaja akan berbuah manis pada masa
dewasa. Itu alasan mengapa munculnya kalimat “Jangan sia-siakan waktu muda”.
Oleh karena itu, masa remaja baik digunakan untuk belajar dan belajar agar
dapat memahami bagaimana kehidupan dan tidak terjadi kegagalan dalam pencarian
identitas diri.
B. Saran
-
Manfaatkan masa remaja dengan baik.
-
Hindarkan diri dari pergaulan-pergaulan yang membawa
dalam kerugian.
-
Belajar dengan sebaik-baiknya agar mencapai sukses di
masa depan.
-
Berbuat baiklah kepada sesame, guna mencegah
terjadinya perkelahian dan pertikaian.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sarwono, 2004
2.
Diamond & diamond, 1986
3.
Ziger & stevenson, 1993
4.
Melina, 1990
5. http://aurora11.blogspot.com/2014/01/perkembangan-kognitif-remaja_9.html
6. http://khildaamaliyah.wordpress.com/2011/05/21/psikologi-perkembangan-remaja/
8. http://www.academia.edu/4564258/pembentukan_identitas_Diri_Foreclosure_Pada_Remaja_dalam_menempuh_pendidikan_di_pondok_pesantren
9. http//miemie-psikolog.blogspot.com/2009/09/status-identitas.html
[1] Sarwono, 2004
[2] Diamond & diamond, 1986
[3] Ziger & stevenson, 1993
[4] Melina, 1990
[8]http://www.academia.edu/4564258/pembentukan_identitas_Diri_Foreclosure_Pada_Remaja_dalam_menempuh_pendidikan_di_pondok_pesantren