2
Laporan Hasil Analisis Produk Jurnalistik -- Pelecehan Seksual Terhadap Anak
Tugas ini diselesaikan untuk memenuhi nilai
terstruktur Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Psikologi
Dosen Pembimbing : Artiarini Puspita Arwan, M.Psi
Oleh:
Iladiena Zulfa (1113051000117)
Syahidah Azzahra (1113051000174)
Martini (1113051000120)
Jurnalistik 2B
Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Tahun Akademik 2013-2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakaatuh
Puji
syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan
kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugasa Analisis Produk Jurnalistik
dan Kaitannya dengan Teori Psikologi yang membahas tentang Pelecehan Seksua
terhadap Anak. Tak lupa pula shalawat dan salam kita haturkan kepada Rasulullah
SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh petunjuk
ini.
Kami
yang bertanggung jawab atas tugas Analisis Produk
Jurnalistik dan Kaitannya dengan Teori Psikologi
ini telah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat tugas ini dengan baik dan
dengan teliti. Sebelumnya kami
mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada:
- Artiarini Puspita Arwan, M.Psi. selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikologi.
- Kedua orang tua kami yang mendukung kami secara moril maupun materil dalam proses penyelesaian tugas ini.
- Semua teman-teman yang membantu kami ketika kesulitan dalam proses penyelesaian tugas Analisis Produk Jurnalistik ini.
Kami
berharap mendapat nilai yang memuaskan untuk mata kuliah Psikologi dalam pembuatan tugas Analisis Produk Jurnalistik dan
Kaitannya dengan Teori Psikologi ini.
Mungkin hanya itu saja yang dapat kami sampaikan. Jika ada kesalahan mohon
dimaafkan dan dimaklumi karena kami masih ada pada tahap pembelajaran.
Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakaatuh
Jakarta,
Juni 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Penulisan
D.
Metode penulisan
E.
Sistematika Penulisan
BAB
II PERMASALAHAN
BAB
III LANDASAN TEORI
BAB
IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
a.
Kesimpulan
b. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Menjadi orangtua di zaman modern seperti sekarang
ini adalah sebuah tantangan yang besar. Seiring berkembangnya teknologi dan
komunikasi, manusia semakin mudah untuk melakukan apapun, termasuk perbuatan
baik maupun perbuatan buruk. Pendidikan adalah hal terpenting yang harus
dimiliki setiap orang, terlebih bagi orangtua yang memiliki anak di zaman ini.
Perhatian dan pengawasan yang baik harus dimiliki setiap orangtua, khususnya
untuk ibu. Karena, ibu adalah orang yang bertanggung jawab mendidik anaknya.
Tetapi, peran ayah tidak kalah penting untuk mendidik anaknya.
Maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak yang
terjadi belakangan ini membuat resah para orangtua. Hal tersebut disebabkan
oleh kurangnya pengawasan orangtua terhadap anak, baik di lingkungan rumah,
maupun di lingkungan sekolah. Anak yang berumur di bawah lima tahun berada pada
tahap perkembangan dan proses belajar. Pada masa itu, anak juga patuh dengan
perkataan orang yang lebih tua. Masalahnya di sini adalah, perkataan orang lain
atau orang asing membuat anak seperti terdoktrin dan terhasut untuk melakukan
hal yang tidak baik.
Penyebab lain dari masalah ini adalah, pada zaman
modern ini, banyak orangtua yang terlalu sibuk bekerja, begitupun pada ibu. Ibu
terlalu menyerahkan anaknya kepada pengasuh. Padahal, peran ibu sangat penting
dalam menjaga, mendidik, merawat, memelihara dan mengawasi anak.
Hal yang akan kami bahas dalam laporan ini adalah
mengenai pelecehan seksual terhadap anak yang akhir-akhir ini terjadi. Hal ini
penting dibahas karena sebagai pembelajaran untuk para orangtua yang agak
kesulitan dalam menjaga anak, dan sebagai pembelajaran juga bagi calon orang
tua, untuk mengetahui bagaimana menjaga dan mengawasi anak dengan baik.
B. Rumusan
Masalah?
1.
Apa itu
pelecehan seksual terhadap anak?
2.
Mengapa terjadi
pelecehan seksual terhadap anak?
3.
Siapa yang
bertanggung jawab atas terjadinya pelecehan seksual terhadap anak?
4.
Dimana bisa
terjadi pelecehan seksual terhadap anak?
5.
Bagaimana
kondisi psikologis dan fisik anak yang mengalami pelecehan seksual?
6.
Bagaimana cara
mencegah terjadinya pelecehan seksual terhadap anak?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Memberitahu
kepada orangtua bagaimana menjaga dan mengawasi anak.
2.
Menigkatkan
kepedulian masyarakat terhadap perkembangan anak.
3.
Menumbuhkan
nilai-nilai spiritual yang kuat terhadap anak.
4.
Mewujudkan
masyarakat yang tentram dan damai tanpa kekeraasan seksual.
5.
Meningkatkan
pengawasan aparat Negara dalam menegakkan keadilan.
D. Metode
Penelitian
Pada pembuatan
laporan ini, metode yang kami gunakan dalam mengumpulkan data adalah melalui
buku-buku teori perkembangan manusia, melalui internet, dan media massa seperti
koran.
E. Sistematika
Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
Pada bagian ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II. PERMASALAHAN
Berisi mengenai permasalahan yang terdapat dalam produk jurnalistik.
Pada bagian ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II. PERMASALAHAN
Berisi mengenai permasalahan yang terdapat dalam produk jurnalistik.
BAB III. LANDASAN TEORI
Berisi mengenai teori mengenai kasus
pelecehan seksual yang terjadi pada anak.
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berisi mengenai analisis dan
pembahasan mengenai kasus pelecehan seksual yang terjadi pada anak dan
kaitannya dengan teori psikologi.
BAB V. PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
Berisi tentang sumber penulisan
makalah
BAB II
PERMASALAHAN
Pada
laporan ini, kami mengmbil kasus yang belakangan ini marak terjadi, bersumber
dari media online.
Ibu Korban: Kasus AK
Bukan yang Pertama di JIS
Sabtu, 19 April 2014
18:26 WIB
Warta Kota/Adhy Kelana
Sejumlah murid Jakarta
International School (JIS) terlihat cemas paca kejadian tindak pelecehan
seksual di sekolah yang lokasinya di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan,
Selasa (15/4/2014). Walau pun pengamanan sekolah ini cukup ketat dengan 400
CCTV namun kasus pelecehan seksual murid terjadi di sekolah bertaraf
internasional ini. (Warta Kota/Adhy Kelana)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA
-
TH, ibu AK, siswa TK yang menjadi korban pelecehan seksual petugas kebersihan
di toilet Jakarta International School, menduga bahwa praktik asusila yang
menimpa anaknya bukan yang pertama.
TH mengaku menerima
informasi adanya dugaan tindak asusila dari beberapa orangtua/wali murid pada
sebuah pertemuan di kawasan Pondok Indah, Selasa (15/4/2014) silam. Hal ini
disampaikan TH pada jumpa pers di Jakarta, Sabtu (15/4/2014).
"Ada yang bilang
anaknya suka menggambar orang dewasa pegang pisau. Darah di mana-mana. Ada yang
bilang anaknya ngaku pernah dicekik di kamar mandi, bahkan diseret dari
kelasnya. Bahkan ada yang datang ke suami saya, bilang bahwa setahun lalu anak
perempuannya (9) diperkosa dan sekarang sudah pindah sekolah ke Bali,"
kata TH, didampingi kuasa hukumnya, OC Kaligis.
Namun demikian,
keesokan harinya, TH mengatakan, orangtua/wali murid ini bungkam. Menurut TH,
pihak JIS telah melarang mereka berbicara kepada pers maupun polisi tanpa
seizin sekolah.
"Saya bilang, kamu
enggak usah takut. Jadi biar pun kamu bule, kamu tetep dilindungi sama kayak
saya (WNI)," kata TH.
Terkait informasi ini,
pihak JIS belum memberikan klarifikasi. Kompas.com telah melakukan konfirmasi
ke Head of Communication Jakarta International School Chisato Hara, namun belum
ada tanggapan.
Saat ini, kasus
pelecehan seksual terhadap AK telah ditangani polisi. Polisi telah memeriksa 11
saksi. Dua di antaranya, Agun Iskandar dan Virgiawan Amin alias Awan telah
ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, Pasal 82 tentang Pencabulan Anak di Bawah Umur,
dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
BAB
III
LANDASAN
TEORI
Barker (dalam Huraerah,
2007), mendefinisikan child house merupakan tindakan melukai
berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan,
melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi, dan
cemoohan permanen atau kekerasan seksual.
Kekerasan
seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk lain yang tidak diinginkan
secara seksual. Kekerasan seksual biasanya disertai dengan tekanan psikologis
atau fisik (O’Barnett et.al., dalam Matlin, 2008). Perkosaan merupakan jenis
kekerasan seksual yang spesifik. Perkosaan dapat didefinisikan sebagai
penetrasi seksual tanpa izin atau dengan paksaan, disertai oleh kekerasan fisik
(Tobach, dkk dalam Matllin, 2008).
Kekerasan
seksual (sexual abuse) meliputi hubungan seksual yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, seperti istri, anak dan
pekerja rumah tangga. Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah
setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan dengan cara
tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang
lain untuk tujuan komersil, atau tujuan tertentu.
Kekerasan
seksual (sexual abuse) merupakan jenis penganiayaan yang biasanya dibagi
dalam kategori berdasar identitas pelaku (Tower, 2002) terdiri dari :
1. Familial Abuse
Incest
merupakan
sexual abuse yang masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam
keluarga inti. Seseorang yang menjadi pengganti orangtua, misalnya ayah tiri,
atau kekasih, termasuk dalam pengertian incest.
Mayer
(dalam Towe, 2002) menyebutkan kategori incest dalam keluarga dan
mengaitkan dengan kekerasan pada anak.
-
Kategori
pertama, sexual molestation (penganiayaan). Hal ini meliputi interaksi noncoitus,
petting, fondling, exhibition. dan voyeurism, semua hal
yang berkaitan untuk menstimulasi pelaku secara seksual.
-
Kategori kedua, sexual
assault (perkosaan), berupa oral atau hubungan dengan alat kelamin, masturbasi,
fellatio (stimulasi oral pada penis), dan cunnilingus (stimulasi
oral pada klitoris).
-
Kategori
terakhir yang paling fatal disebut forcible rape (perkosaan secara
paksa), meliputi kontak seksual, rasa takut, kekerasan, dan ancaman menjadi
sulit bagi korban.
Mayer
mengatakan bahwa paling banyak ada dua kategori terakhir yang menimbulkan
trauma terberat bagi anak-anak, namun korban-korban sebelumnya tidak mengatakan
demikian. Mayer berpendapat derajat trauma tergantung pada tipe dari kekerasan
seksual, korban dan survivor mengalami hal yang sangat berbeda. Survivor
yang mengalami perkosaan mungkin mengalami hal yang berbeda disbanding korban
yang diperkosa secara paksa.
2. Extrafamilial Abuse
Extrafamilial Abuse,
dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban, dan hanya 40% yang
melaporkan peristiwa kekerasan. Kekerasan seksual yang dilakukan orang dewasa
disebut pedophile, yang menjadi korban utamanya adalah anak-anak. Pedophilia
diartikan “menyukai anak-anak” (deYoung dalam Tower, 2002). Pedetrasy merupakan
hubungan seksual antara pria dewaasa dengan anak laki-laki (Struve & Rush
dalam Tower, 2002)
Pornografi
anak menggunakan anak-anak sebagai sarana untuk menghasilkan gambar, foto, slide,
majalah fan buku (O’Brien, Trivelpiece, Pecora et al., dalam Tower, 2002).
Biasanya ada tahapan yang terlihat dalam melakukan kekerasan seksual.
Kemungkinan pelaku mencoba perilaku untuk mengukur kenyamanan korban. Jika
korban menuruti kekerasan alan berlanjut dan intensif, berupa:
1) Nudity (dilakukan oleh orang
dewasa).
2) Disrobing (Orang dewasa membuka
pakaian di depan anak).
3) Genital Exposure (dilakukan oleh
orang dewasa).
4) Observation of the child (saat
mandi, telanjang, dan saat membuang air).
5) Mencium
anak yang memakai pakaian dalam.
6) Fondling (meraba-raba dada korban,
alat genital, paha, dan bokong.
7) Masturbasi
8) Fellatio (stimulasi pada penis,
korban atau pelaku sendiri).
9) Cunnilingus (stimulasi pada vulva
atau area vagina, pada korban atau pelaku).
10) Digital penetration (pada
anus atau rectum).
11) Penile penetration (pada
vagina).
12) Digital penetration (pada
vagina).
13) Penile penetration (pada
anus atau rectum).
14) Dry intercourse (mengelus-elus
penis pelaku atau area genital lainnya, paha, atau bokong korban) (Sgroi dalam
Tower, 2002).
Efek Kekerasan Seksual
Kebanyakan
korban perkosaan merasakan kriteria psychological disorder yang disebut Post-Traumatic
Stress Disorder (PTSD), semtom-simtomnya berupa ketakutan yang intens
terjadi, kecemasan yang tinggi, emosi yang kaku setelah peristiwa traumatis.
Beitcman
et al (dalam Tower, 2002), korban yang mengalami kekerasan membutuhkan waktu
satu hungga tiga tahun untuk terbuka pada orang lain. Finkelhor dan Browne
(dalam Tower, 2002) menggagas empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan
seksual, yaitu:
1.
Betrayal (penghianatan)
Kepercayaan
merupakan dasar utama bagi korban
kekerasan seksual. Sebagai anak, individu percaya kepada orangtua dan
kepercayaan itu dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas
orangtua menjadi hal yang mengancam anak.
2.
Traumatic sexualization
(trauma
secara seksual)
Russel
(dalam Tower, 2002) menemukan bahwa perempuan yang mengalami kekerasan seksual
cenderung menolak kekerasan seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban
kekerasan seksual dalam rumah tangga. Finkelhor (dalam Towe, 2002) mencatat
bahwa korban lebih memilih pasangan sesame jenis karena menganggap laki-laki
tidak dapat dipercaya.
3. Powerlessness (merasa tidak
berdaya)
Rasa
takut menembus kehidupan korban, mimpi buruk, fobia, dan kecemasan dialami
korban desertai rasa sakit. Perasaan tidak berdaya mengakibatkan individu
merasa lemah. Korban merasa dirinya tidak mampu dan kurang efektif dalam
bekerja. Beberapa korban juga merasa sakit pada tubuhnya. Sebaliknya, pada
korban lain memiliki intensitas dan dorongan yang berlebihan dalam dirinya
(Finkelhor dan Browne, Briere dalam Tower, 2002).
4.
Stigmatization
Korban
kekerasan seksual merasa bersalah, malu memiliki gambaran diri yang buruk. Rasa
bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka
tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirinya Korban sering merasa berbeda
dengan orang lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat penganiayaan
yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan dan minuman alkohol untuk
menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya, atau berusaha menghindari memori
kejadian tersebut (Gelinas, Kinzl, dan Biebl dalam Tower, 2002). Dampak yang
diakibatkan peristiwa kekerasan tentu saja mempengaruhi remaja secara
psikologis, kognitif, emosi, sosial, dan perilakunya. Menurut Maschi (2009),
dampak yang ditimbulkan mempengaruhi masa remaja hingga dewasa.
BAB
IV
ANALISIS
DAN PEMBAHASAN
Dalam
teori tersebut terdapat penjelasan bagaimana pemicu terjadinya pelecehan
seksual terhadap anak dan bagaimana kondisi psikologis anak setelah mengalami
kejadian tersebut. Kasus yang marak terjadi adalah pelecehan yang melibatkan
anak-anak, yang masih duduk di bangku TK. Hal ini ironis sekali karena, hal ini
juga disebabkan oleh perkembangan teknologi dan komunikasi yang meudahkan
pelaku untuk melakukan tindakan tidak senonoh seperti itu.
Masa-masa TK adalah ketika
perkembangan anak telah mencapai masa kanak-kanak akhir. Pada masa tersebut,
anak sudah bisa menemukan dirinya, bisa menarik perhatian orang lain, selalu
mengharap pujian, selalu menentang, membantah dan selalu menuntut adanya
kebebasan. Kaitannya dengan kasus pelecehan seksual, yaitu pelecehan seksual
terjadi ketika anak mengalami tekanan atau paksaan dari oihak pelaku, ditambah
(mungkin) dengan adanya iming-iming tertentu dari si pelaku, jika menuruti
kemauan pelaku.
Berkaitan dengan hal tersebut,
hendaknya orangtua mengayomi anak dengan baik. Masa kanak-kanak adalah masa
yang sangat penting, karena pribadi dan karakter seseorang terbentuk pada masa
tersebut. Bila pada masa tersebut terjadi kesalahan dalam pembentukan
kepribadian dan karakter, maka akibatnya bisa fatal.
Hal
ini juga yang menunjukan bahwa kekerasan seksual yang terjadi pada anak
disebabkan oleh kurangnya pendidikan karakter yang diberikan oleh orangtua.
Pengawasan yang kurang juga menyebabkan hal itu terjadi. Menyembuhkan dan
mengembalikan kondisi psikologis anak yang telah mengalami kejadian tersebut
adalah tanggung jawab keluarga, juga guru-guru yang mengajari anak di sekolah.
Butuh waktu yang tidak sebentar untuk menyembuhkan psikologis anak, karena hal
seperti itu tidak seharusnya terjadi pada anak. Anak yang masih berada dalam
tahap perkembangan awal.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehidupan manusis tidak terlepas dari
perkembangan. Anak-anak adalah masa awal perkembangan manusia yang pada masa
itu terbentuklah karakter dan kepribadian seseorang.
Pada masa modern seperti sekarang
ini, banyak anak yang hidup terbelenggu permasalahan sosial, seperti kasus
pelecehan seksual anak, yang marak akhir-akhir ini.
Padahal,
anak adalah aset bagi masa depan bangsa. Menjadi kewajban bersama untuk
menciptakan generasi yang berkualitas baik.
Untuk itu peningkatan peran dan fungsi masing masing anggota keluarga. Terutama
orang tua dalam menciptakan suasana komunikasi dan interaksi yang harmonis,
didalam pengasuhan anak dan kehidupan berkeluarga sehari hari.
B.
Saran
Ciptakan
suasana komunikasi yang baik dalam keluarga.
Jaga
dan awasi anak dengan baik, tanpa berlebihan atau posesif.
Tingkatkan
pengamanan yang ada di lingkungan belajar anak.
Biarkan
anak berekspresi dengan kemampuannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Tanti
Cristianti. Perkembangan Masa Kanak-kanak dan Masa Anak Awal.
Tanticristianti.wordpress.com
Repository.usu.ac.id/bitstream